Kesusastraan Jepang

BAB II
PEMBAHASAN

2.4 Nyanyian Zaman Joodai
Puisi Jepang dibagi menjadi Kayoo dan Waka. Kayoo adalah nyanyian yang disampaikan dengan mulut dan dinikmati melalui indra pendengaran. Kayoo zaman Jodai masih memiliki pengaruh yang besar sampai sekarang. Kayoo zaman Joodai ini diceritakan dari mulut ke mulut dan mempunyai hubungan erat dengan timbulnya sastra Jepang pada umumnya dan Shudan Bungaku (karya sastra  yang dihasilkan oleh beberapa sastrawan) pada khususnya. Kayoo juga menjadi titik tolak terciptanya Waka. Kayoo masaih ada sampai sekarang terdapat dalam Kojiki, Nihonshoki, Fudoki, Shoku Nohongi, Kinfaku, Butsuko Sekikahi, Nihon Ryooiki dan lainnya kira-kira 300 nyanyian.
Pada mulanya Kayoo adalah kata hati diungkapkan dengan kata-kata sederhana. Dari suara yang keluar ketika bekerja atau saat memuja dewa-dewa lalu pada akhirnya terbentuk menjadi kata-kata. Kata-kata ini kemudian disambungkan sampai membentuk nyanyian Kayoo.
Istana adalah tempat yang memiliki kedudukan penting untuk menyanyikan Kayoo. Hal ini menyebabkan banyak Kayoo zaman Joodai terdapat dalam Kojiki dan Nihnshoki. Rakyat biasa, mereka menyanyikan Kayoo di tempat kerja. Biasanya mereka menyanyikan Kayoo yang berisi percintaan. Mereka menyanyikan Kayoo di tempat bernama Utagi atau Kagai. Pada tempat seperti itulah laki-laki dan perempuan berkumpul untk menyanyikan Kayoo di musim semi dan musim gugur.
Dalam Kojiki dan Nihnshoki tertulis dengan jelas nama pengarangnya, namun hal tersebut tidak bisa dipercaya sepenuhnya. Sebagai contoh di Kojiki dikatakan bahwa sebuah nyanyian diciptakan oleh Takerunomikoto saat dia sakit keras sepulang dari medan perang. Dalam Nihonshoki lagu yang sama dikatakan dibuat oleh Tennoo saat dia bepergian ke Kyuushu. Hal ini terjadi karena saat Kayoo dimasukkan ke dalam buku Kojiki dan Nihnshoki atas perintah Tenno tidak diambil dari dokumen tertulis, akan tetapi diambil dari cerita yang disampaikan dari mulut ke mulut.
Dalam satu bait Kayoo, suku kata yang digunakan berjumlah 2 sampai 9. Yang banyak digunakan adalah bait yang terdiri dari 5 dan 7 suku kata. Selain itu ada juga bait yang terdiri dari 2,3, dan 6 suku kata. Suku kata yang tedapat dalam Kayoo tidak begitu tersusun jika dibandingkan dengan Waka.

2.5 Manyooshuu

Hasil gambar untuk manyoshu
Manyooshuu adalah salah satu karya kesusastraan klasik Jepang berupa kumpulan pantun lama yang masih bisa dinikmati sampai sekarang. Dalam Manyooshuu terdapat Kayoo, Waka yang bersifat Kayoo maupun Waka yang tidak bersifat Kayoo dan juga Kanbushi (syair China). Manyooshuu adalah kumpulan pantun terpenting pada zaman Joodai yang sebagian besar berisikan Waka. Dalam Manyooshuu ini juga diperkirakan berasal dari Nikki, Uta Monogatari, roman dan pantun yang berisikan cerita rakyat.
Manyooshuu jilid I dan jilid II mengunggangkap tentang Tennoo pada masing-masing zaman. Kedua jilid ini adalah kumpulan pantun yang dikumpulkan berdasarkan perintah Tennoo dan digabungkan dengan pantun yang diciptakan oleh para penyair lainnya sehingga mencapai jumlah 20 jilid. Sebagai dasar utama Manyooshuu ada tiga bagian, yaitu Zooka, Soomon, dan Banka.
Jumlah pantun dalam Manyooshuu kira-kira 4500 buah, terdiri dari 260 buah Chooka, 60 Sedoka, sebuah Rengatai, sebuah Bussokusekikatai dan selebihnya adalah Tanka. Jenis pantun dalam yang ada dalam Manyooshuu lebih sedikit bila dibandingkan dengan jenis pantun yang ada sebelum zaman Nara. Karena Chooka dan Sedoka akhirnya menghilang, Manyooshuu dianggap sebagai peninggalan yang bernilai tinggi.

2.5.1 Perkembangan Gaya Pantun
Pantun-pantun Manyooshuu yang merupakan hasil gubaham zaman yang panjang dan kompleks, jika dibagi berdasarkan gaya pantun dan berdasarkan keaktifan penyair yang berpengaruh terdiri dari 2 golongan besar yaitu golongan awal dan golongan akhir:
Golongan awal
Golongan awal bagian Dari Tahun Sampai Tahun
1 629 672
2 673 710

Golongan awal bagian ke 1 adalah masa lahirnya Waka. Kesegaran Waka yang baru lahir ini penuh dengan keindahan dan pantun-pantun yang dinamik dan menggambarkan keindahan zaman kuno.
Golongan awal bagian ke-2 melebihi masa ke-1 karena telah melahirkan puisi yang isinya lebih mendalam. Jika pada masa ke-1 seakan-akan pantun tersebut lahir dengan sendirinya, maka pada masa ke-2 terasa adanya usaha untuk lebih mengutamakan pada ekspresi.
Golongan akhir
Golongan akhir bagian Dari Tahun Sampai Tahun
1 711 733
2 734 759

Pada golongan akhir bagian ke-1, baik kebudayaan maupun puisi mengalami kemajuan yang pesat karena sudah mulai mengalami masa damai. Bentuk pantun jadi lebih panjang, tapi meski demikian keindahannya masih bisa dirasakan. Yamabe no Akihito mengembangkan pantun pemandangan alam. Takahashi Mushimaro membuat pantun yang besumber dari hikayat.
Pada golongan akhir ke-2 yang merupakan zaman keemasan Kebudayaan Tenpyoo , kegoncangan politik akhirnya menjadi peperangan sehingga pantun kehilangan dinamikanya dan cenderung menjadi sentimental dan melemah. Pantun yang digubah pada masa ini merupakan pantun yang terakhir. Selanjutnya Waka seakan-akan tersembunyi  dalam bayangan kejayaan kesusastraan Kanbun (kesusastraan China)

 2.5.2 Pantun Tanpa Nama Pengarang
Ada pantun yang tidak ada nama pengarangnya, ada juga yang diketahui tahun pembuatannya dan ada pula yang tidak diketahui. Dalam Manyooshuu jilid 11, 12, 13, 14, dan 16 terdapat Kayoo dan Waka yang bersifat Kayoo.
Ada juga pantun eksentrik yang dibacakan oleh para pengemis di depan rumah yang dikunjunginya. Meskipun jika dibandingkan  dengan pantun karangan pribadi, pantun eksentrik ini masih kurang memiliki ketajaman, namun meski demikian dapat diterima oleh rakyat dan dianggap sebagai nenek moyang pantun Waka zaman Manyoo dan pantun Kayoo yang muncul kemudian.


2.6 Kanshibun
Hasil gambar untuk kanshibun\

Kanshibun adalah syair bahasa China, namun dibaca menggunakan bahasa Jepang. Sejak dulu orang Jepang sudah membuat Kanshibun karena pengaruh yang sangat  besar dari kebudayaan China. Karena hal inilah Jepang tidak lagi merasa sungkan untuk menciptakan sendiri dengan meniru pola kesusastraan asing.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sastra Jepang Klasik zaman Joodai  terdapat Kayoo, Waka, Manyooshuu, dan Kanshibun. Kayoo adalah puisi berirama yang dilantunkan dari mulut dan dinikmati oleh pendengar. Kayoo menyebar melalui mulut ke mulut hingga saat ini. Kayoo memegang peranan penting dalam sejarah sastra Jepang Klasik. Waka adalah adalah puisi Jepang, salah satu bentuk kesusastraan Jepang yang lebih dulu mencapai taraf kematangan. Kanshibun syair bahasa China, namun dibaca menggunakan bahasa Jepang. Sejak dulu orang Jepang sudah membuat Kanshibun karena pengaruh yang sangat  besar dari kebudayaan China

Komentar